2.07.2014

CONTOH ESAI

FENOMENA PACARAN DI ZAMAN MODERN
Oleh Achmad Riyadi, 02, XII IPA 5

Zaman sekarang, banyak anak muda, terutama pelajar, yang sudah memiliki pasangan atau yang lebih dikenal dengan sebutan pacar. Bahkan anak sekolah dasar, sudah mengetahui tentang cinta, pacar, dan lain sebagainya. Pacaran sendiri memiliki definisi yaitu proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Pada kenyataannya, penerapan proses tersebut masih sangat jauh dari tujuan yang sebenarnya. Manusia yang belum cukup umur dan masih jauh dari kesiapan memenuhi persyaratan menuju pernikahan telah dengan nyata membiasakan tradisi yang semestinya tidak mereka lakukan (Wikipedia.org). Mereka lebih mengenal tradisi atau budaya Barat dan meninggalkan budaya Timur. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002:807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah bercintaan; (atau) berkasih-kasihan (dengan sang pacar). Memacari adalah mengencani; (atau) menjadikan dia sebagai pacar. Sementara kencan sendiri menurut kamus tersebut (542) adalah berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan bersama (Wikipedia.org).
Apalagi pada zaman sekarang ini, mereka sudah “diberi” fasilitas dengan adanya handphone dan smartphone yang dilengkapi berbagai fasilitas, seperti messaging, video call serta berbagai macam akses ke jejaring sosial. Tidak hanya jejaring sosial, adanya internet juga mempengaruhi perilaku para pelajar. Di samping itu juga, remaja zaman sekarang sudah bernai membawa motor sendiri walau belum memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM). Mereka sering membawa motor mereka untuk pergi ke berbagai tempat, kadang sendiri, kadang bersama pacar, kadang juga bersama teman. Hal ini sangat memprihatinkan. Masa yang seharusnya digunakan oleh pelajar untuk menuntut ilmu sebaik – baiknya dan setinggi – tingginya, malah digunakan oleh mereka untuk berpacaran yang banyak diwarnai putus dan mencari pasangan lainnya. Mereka menjadi kehilangan banyak waktu. Waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar, berubah haluan dan digunakan untuk mengajak pacar pergi ke suatu tempat dan bersenang - senang. Banyak dari individu yang terikat, lebih memilih pacar mereka sendiri daripada orangtua mereka. Mereka menjadi tidak mendengar nasihat orangtua, mengabaikan orangtua mereka dan lain sebagainya. Waktu untuk berkumpul dengan keluarga yang sudah sedikit menjadi lebih sedikit karena mereka sibuk dengan kegiatan pacaran mereka, seperti jalan bareng, “apel” ke rumah pacar, dan lain sebagainya. Tak jarang dari mereka yang lupa waktu. Bahkan, mereka bisa menginap di rumah pacar mereka, sehingga hal tersebut menjadi hal tabu di masyarakat sekitar. Tak sedikit dari orangtua yang selalu dimintai uang saku dalam kurun waktu yang sangat singkat. Hal ini membuat para orangtua bertanya – tanya, “Untuk apa uang tersebut?”. Ternyata, banyak dari para kawula muda yang menggunakan uang tersebut untuk membelikan makanan atau jajan untuk pacar mereka, mentraktir makan, membelikan barang yang disukai pacar mereka, sampai untuk mengajak pacar mereka jalan – jalan. Akhlak yang seharusnya terpuji bisa langsung berubah menjadi akhlak yang tercela. Bahkan, status para individu yang terikat itu merupakan santri, hal tersebut belum tentu menjamin mereka tidak pacaran. Sungguh ironis.
Para pemuda dan pemudi yang seharusnya menjadi penerus bangsa, namun sebagian besar malah terjebak dalam lingkaran kuasa “pacaran”. Padahal banyak dari mereka yang memilih pacaran hanya karena melihat lawan jenis yang, jika perempuan cantik, yang memikat dan hal tersebut biasanya hanya bersifat sementara. Dan juga, banyak dari perempuan yang menerima ucapan “aku cinta kamu” karena mereka merasa tidak enak hati untuk menolak hal tersebut. Selain karena tidak enak hati, mereka juga menerima hal tersebut karena takut dengan si laki – laki karena bertampang dan bertingkah laku yang bisa dikatakan sangat “sangar” dan juga ekstrim. Sehingga banyak perempuan yang jelas – jelas sudah tahu kalau tabiat atau tingkah laku pasangannya yang tidak jelas, tetapi masih mau untuk berpacaran dengan laki – laki tersebut.
Kebanyakan laki – laki maupun perempuan yang berpacaran, memberikan banyak larangan kepada pacar mereka, seperti melarang untuk berdekatan – dekatan dengan perempuan atau laki – laki lainnya. Hal ini bisa memicu anak muda yang dilarang tersebut anti sosial atau tidak bisa bergaul dengan baik. Sehingga mereka menjadi jarang bergaul dan hanya memiliki sedikit teman, bahkan bisa dijauhi oleh teman – teman dan masyarakat sekitar mereka. Bahkan bisa merubah orang yang sebelumnya mudah bersosialisasi atau bergaul menjadi kehilangan bnyak teman.
Pacaran memang sedang menjadi booming dan menjadi kebanggaan bagi seseorang yang memiliki pacar. Mereka merasa memiliki pacar bisa mengangkat derajat dan kharisma mereka di lingkungan pergaulan mereka. Maka timbullah puisi untuk mengungkapkan kata cinta pada lawan jenis, misalnya seperti kutipan puisi berikut :
Cintа…
Sеbuаh kаtа, sеjutа mаknа
Cintа аdаlаh hаrаpаn
Cintа аdаlаh kеindаhаn
Cintа аdаlаh nilаi-nilаi yаng pеnuh citа rаsа

Dеngаn cintа, kitа bisа mеmаndаng duniа
Dеngаn cintа, kitа dаpаt mеnciptа hаrаpаn dаn impiаn
Dеngаn cintа, Kitа mаmpu mеrаih аngаn-аngаn
 (dikutip dari www.katakataromantisuntukpacar.blogspot.com)
Andaikan cinta anak muda seperti puisi di atas. Namun kenyataannya sebaliknya, banyak dari mereka yang memiliki emosi yang belum stabil. Banyak dari mereka yang mencari pacar sebagai bentuk pelampiasan karena ketidakkemampuan mereka. Dan juga mereka mencari pacar juga karena bentuk nafsu mereka yang tidak bisa ditahan. Karena alasan yang sama mereka juga memutus hubungan dengan pacar mereka. Dikarenakan hal itu aparat penegak hukum direpotkan dengan banyaknya kasus yang berkaitan dengan anak muda yang dikarenakan mereka putus cinta dan masih lain sebagainya. Ada pula kasus, yang mungkin tidak banyak yang diketahui penegak hukum, bahwa ada pemuda yang memaksa pacarnya untuk menenggak minuman keras sebagai bukti cinta, ada pula perempuan yang kehilangan kesuciannya karena pacarnya sendiri. Seperti kutipan novel Dewi Lestari, Petir (32), “Kakakku di atas tempat tidur, bercelana pendek, behanya di lantai. Catatan: Watti sudah pakai beha betulan karena ada yang harus ditopang. Andre ada di sebelahnya, telanjang dada, dengan muka sama kaget. Bahkan, ia tak sempat mengangkat mulutnya dari dada kakakku.” Yang dirugikan adalah kaum perempuan, karena mereka melakukan hal tersebut karena dipaksa ataupun terpaksa. Walaupun ada juga yang melakukannya dengan sengaja dan tidak terpaksa, namun tetap saja yang merugi adalah kaum perempuan juga. Dikarenakan hal tersebut pula banyak kasus aborsi atau pengguguran janin yang tidak berdosa yang dikandung karena ulah yang tidak bertanggung jawab. Aborsi dilakukan karena tidak kuat menanggung malu dan keluarga tidak mau menanggung aib yang besar tersebut. Perempuan menjadi terdesak. Sebelum keluarga mengetahui kehamilan tersebut, maka tidak ada cara lain selain aborsi, walaupun kadang ada pula laki – laki yang mau bertanggung jawab atas tindakan mereka. Para petugas pendataan sensus penduduk juga disusahkan maraknya hal tersebut di masyarakat.
Pacaran juga bisa menyebabkan maraknya pernikahan dini. Pernikahan dini adalah sebuah bentuk ikatan/pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah atas. Jadi sebuah pernikahan di sebut pernikahan dini, jika kedua atau salah satu pasangan masuk berusia di bawah 18 tahun (masih berusia remaja) (www.psychologymania.com). Sedangkan, menurut detik.com pernikahan dini yakni pernikahan yang dilakukan saat pasangan nikah belum cukup dewasa mengundang sejumlah risiko, antara lain kematian ibu dan anak saat proses melahirkan. Perempuan muda di Indonesia dengan usia 10-14 tahun menikah sebanyak 0.2 persen atau lebih dari 22.000 wanita muda berusia 10-14 tahun di Indonesia sudah menikah. Jumlah dari perempuan muda berusia 15-19 yang menikah lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki muda berusia 15-19 tahun (11,7 % P : 1,6 % L). diantara kelompok umur perempuan 20-24 tahun - lebih dari 56,2 persen sudah menikah (RISKESDAS 2010). Menurut United Nations Development Economic and Social Affairs (UNDESA), Indonesia merupakan negara ke-37 dengan jumlah perkawinan dini terbanyak di dunia. Untuk level ASEAN, Indonesia berada di urutan kedua terbanyak setelah Kamboja (www.metrotvnews.com). Padahal, dari semua anak muda tersebut, belum siap dalam berbagai hal, seperti dikatakan Rendra Krisna, Bupati Malang, yang dikutip oleh Jakarta Post, “Remaja di bawah usia 20 tahun belum siap menikah karena mereka belum dewasa secara mental dan ekonomi. Mereka tidak memiliki sarana untuk tinggal, tapi ada kemungkinan besar bahwa mereka akan menghasilkan lebih dari dua anak.” Para remaja tersebut masih memerlukan proses pendewasaan serta kemandirian agar bisa memenuhi kebutuhan pribadi terlebih dahulu dan ketika sudah menikah bisa bertanggung jawab dan menafkahi keluarganya. Pernikahan dini pada remaja pada dasarnya berdampak pada segi fisik maupun biologis remaja yaitu (Nugraha, 2002) :
  1. Remaja yang hamil akan lebih mudah menderita anemia selagi hamil dan melahirkan, salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi, kehilangan kesempatan kesempatan mengecap pendidikan yang lebih tinggi, interaksi dengan lingkungan teman sebaya menjadi berkurang, sempitnya dia mendapatkan kesempatan kerja, yang otomatis lebih mengekalkan kemiskinan (status ekonomi keluarga rendah karena pendidikan yang minim).
  2. Dampak bagi anak: akan melahirkan bayi lahir dengan berat rendah, sebagai penyebab utama tingginya angka kematian ibu dan bayi, cedera saat lahir, komplikasi persalinan yang berdampak pada tingginya mortalitas.
  3. Pernikahan dini merupakan salah satu faktor penyebab tindakan kekerasan terhadap istri, yang timbul karena tingkat berpikir yang belum matang bagi pasangan muda tersebut.
  4. Kesulitan ekonomi dalam rumah tangga
  5. Pengetahuan yang kurang akan lembaga perkawinan
  6. Rerelasi yang buruk dengan keluarga.
(dikutip dari www.psychologymania.com)
Di Indonesia, menurut UU No 1/1974 tentang perkawinan, perempuan di atas usia 16 tahun diperbolehkan untuk menikah. Namun, UU Perlindungan Anak Tahun 2002 menetapkan bahwa siapa pun di bawah usia 18 tahun masih tergolong usia remaja. Dan remaja juga masih memiliki emosi yang belum stabil. Jika mereka sedang dalam mood yang kurang baik, maka mereka jadi gampang marah, kesalahan sedikit saja bisa memicu kemarahan. Karena kemarahan inilah timbul percekcokan dalam berpacaran yang memicu putus hubungan. Jika sudah menikah, maka bisa memicu perceraian. Sehingga timbullah banyak kasus perceraian. Tahun 2011, tercatat 3.717 pasangan telah mengajukan gugatan cerai, sementara  tahun 2012, sebanyak 315 kasus perceraian yang dilaporkan pada  Januari dan 334 kasus pada  Februari (Jakarta Post).
Tidak hanya sekedar cerai, banyak dari penikahan dini yang menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga, dikeluarkannya individu yang terkait alias drop out, program pemerintah tentang pendidikan tidak merata dan tidak berjalan dengan yang diinginkan, menurunnya angka  kesehatan masyarakat dan timbul berbagai masalah karena timbul penyakit baru. Serta banyak dari kepala keluarga yang tidak siap berumah tangga namun tetap memaksakan diri untuk menikah sehingga mereka menjadi pengganguran dan memiliki keuangan yang minim. Hal tersebut menjadikan angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia menjadi meningkat. Karena dari kemiskinan ini, timbulah berbagai masalah, sehingga seperti rantai yang tak terputuskan, seperti anak jalanan dan anak terlantar, gelandangan, pemulung, dan masih masih banyak kasus karena masalah kemiskinan.
Padahal kalau kita memikirkannya lebih dalam lagi, pacaran itu bukanlah hal yang penting. Karena, jodoh kita sudah ada yang mengaturnya. Pacaran malah bisa memperburuk masa lalu kita dan hubungan kita terhadap pasangan kita. Dalam pacaran tidak ada cinta sejati. Karena, cinta sejati baru diturunkan ke dalam dua hati oleh Tuhan Yang Maha Esa jika mereka sudah terikat dalam janji suci, yaitu pernikahan. Yang seharusnya kita pikirkan adalah bagaimana menjalani masa depan kita dengan sesuatu kesuksesan dan juga membuat bangga serta bahagia kedua orangtua kita, serta bagaimana cara kita untuk membalas jasa kedua orangtua kita yang tanpa pamrih. Kita setidaknya harus bisa mempersembahkan prestasi – prestasi yang membanggakan. Untuk hal itu kita harus belajar dengan rajin, tekun dan tidak putus asa untuk meraih prestasi dan cita – cita kita. Bukannya malah memikirkan orang yang baru saja mereka kenal dan belum mengetahui seluk beluk dan sejarah dibalik keluarga mereka.
Kita harus lebih hati – hati untuk memilih teman dan sahabat, karena tidak semua manusia itu baik luar maupun dalam. Kita tidak bisa menilai seseorang hanya dari satu, dua kali pertemuan ataupun dari sosok luarnya saja. Kita harus bisa mengupas lapis demi lapis dari lapisan yang menutupi sifat sebenarnya dari seseorang, agar kita tidak mengikuti atau berteman dengan orang yang salah yang bisa menyesatkan kita ke jalan yang “tidak lurus”. Karena, akhir – akhir ini banyak perkumpulan atau geng yang bersifat negatif yang mengumbar masalah dimana – mana. Dan juga karena pergaulan tersebut, timbulah istilah seperti emo, punk, dan masih banyak lagi istilah – istilah lainnya. Emo dan punk tersebut merubah gaya dan sifat seseorang maupun remaja menjadi seperti bukan diri merka sendiri. Tidak sedikit yang menganut free sex dan lain sebagainya yang bisa lebih merugikan kaum perempuan. Hal tersebut menjadi alasan, mengapa tidak sedikit remaja putri yang sudah tidak “suci” lagi. Oleh karena itu, kita harus pintar – pintar memilih pergaulan, jika bisa, hindarilah terlebih dahulu segala hal tentang pacaran, dekatlah diri kita kepada Tuhan Yang Maha Esa dan yakinlah bahwa kita semua berjodoh. Dan selama masa penantian jodoh kita itu, kita harus membuat bangga orang tua kita dan mempersembahkan prestasi – prestasi yang membuat bangga kedua orang tua kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar